About A Girl

Ini adalah pertama kalinya saya menulis suatu cerita pendek yang terinspirasi dari pengalaman nyata namun sedikit digabungkan dengan unsur fiksi. I hope you enjoy it.

——————————————————————————-

About A Girl

Pagi itu tidak seperti pagi seperti biasanya. Udara terasa lebih dingin, namun keadaan jauh lebih sunyi. Tanpa kicauan burung, tanpa kokok ayam. Aku hanya bersandar di kursi teras sambil merenungkan pilihan-pilihan masa depanku.

Tiba-tiba terlihat dari jauh, seorang laki-laki yang sebaya denganku mengenakan celana jeans hitam dan dan menutupi wajahnya dengan sweater bertudung abu-abu. berjalan mendekatiku, membuka pagar tanpa diminta, dan tiba-tiba saja dia sudah duduk disampingku sambil menyandarkan badannya ke kursi dan sedikit menengadah ke atas.

Aku  sama sekali tidak merasa takut dengan keberadaannya, hanya saja sedikit keheranan karena dia bertingkah seperti orang yang sudah akrab denganku alih-alih seperti orang asing. Wajahnya masih saja terhalangi tudung yang membuatku semakin penasaran

” Ceritakan padaku tentang dia ” Tiba-tiba dia berbicara

” Dia siapa maksudmu ?” Aku bertanya

” Tentang gadis itu ”  Balas Dia

” Gadis yang mana?” Tanya aku lagi

Sambil sedikit tertawa dia berkata “Kau tahu siapa yang kumaksud”

Instan. Aku langsung mengerti siapa gadis itu. gadis yang selama ini selalu kuhindari. bukan karena aku membencinya. tapi karena aku  takut terpesona lagi dengannya sementara aku tahu kalau aku tidak akan bisa mendapatkannya. ketidakyakinanku ini didasari pada fakta bahwa kami memiliki prinsip-prinsip hidup yang beda, sehingga sulit untuk disatukan. Interaksi dengannya betul-betul kubatasi pada hal yang betul-betul penting saja karena jika kubiarkan diriku terlalu ‘lepas’, maka aku dan cuma aku sendirilah yang akan mengacaukan perasaanku sendiri

Karena dia menyinggung hal ini, yang sebenarnya merupakan topik favoritku, maka aku pun mengabaikan status orang asingnya

Sambil tersenyum aku berkata kepada orang asing itu

“ Ada 3 hal yang membuatnya berbeda”

Pertama, Dia begitu mudah untuk dirindukan

Seberapa sibukpun aku dengan duniaku, sepertinya imaji tentang dirinya selalu menyelinap ke dalam pikiranku. Waktu dan pekerjaan biasanya menjadi pengalih perhatian akan rasa rindu, namun lain halnya dengan dirinya. Bahkan terkadang mencapai titik dimana aku berusaha keras untuk tidak merindukannya. Bukan karena aku tidak menyukainya, namun karena aku tidak ingin menderita karena rasa rindu, yang menurutku semestinya menjadi suatu hal yang menyenangkan

 Kedua,  Dia begitu mempesona dan mempesona

Aku menggunakan dua kata mempesona karena satu kata mempesona tidak cukup untuk menggambarkan apa yang aku rasakan tentang dirinya. Kata yang pertama mewakili keindahan rupanya, sedangkan kata yang kedua mewakili keanggunannya.

Terakhir, aku memperlakukannya secara berbeda di social media ‘path’

Biasanya, aku memberikan icon ‘love’ kepada status seseorang karena statusnya yang bagus, tempat check-in nya yang berkesan, atau karena foto yang di posting-nya menarik. Namun aku memberi icon love pada statusnya bukan untuk itu semua. Aku memberikan icon love karena itu memang tertuju langsung untuk dirinya. Untuk dirinya dan dirinya saja. Dan sebagai cara halusku untuk mengatakan apa yang selama ini kututup-tutupi.

“Itulah yang membuat dia berbeda” ungkapku

Aku mencoba menjawab pertanyaan orang itu dengan penuh kesadaran dan tanpa hiperbola. Sewajar mungkin. Namun aku tidak menyadari kalau sebenarnya orang asing yang bertanya itu adalah diriku sendiri. Tidak pernah ada orang yang duduk disampingku. Tidak ada pria asing dengan tudung abu-abu. Mungkin memang diriku sudah kadung rindu dengan kehadirannya. Dan mungkin sudah saatnya kuungkapkan itu.

[e]

 

5 Nasehat Bisnis yang Tidak Lazim dari Para Entrepreneur

Ada banyak jalan menuju Roma, dan sepertinya begitu pula jalan menuju kesuksesan. Di artikel ini, saya ingin menyajikan 5 nasehat bisnis anti-mainstream yang mungkin bisa membongkar paradigma dan bahkan hidup anda.

1. Paul Graham – Y Combinator : Don’t Think Big

Kebanyakan motivator akan menyarankan untuk berpikir besar mengenai bisnis yang kita jalankan walaupun usaha itu masih kecil. Bahkan kita dianjurkan untuk memikirkan visi besar mengenai bagaimana bisnis kita kedepan nantinya. Tapi jika anda bertanya ke Paul Graham maka dia akan berkata sebaliknya. Paul melarang pengusaha untuk mengonstruksi masa depan, karena menurutnya sudah hampir pasti ‘blueprint masa depan perusahaan’ yang kita miliki sekarang akan berakhir dengan kesalahan.  Baginya lebih baik untuk memulai dengan suatu konsep yang dapat dijalankan, kemudian kembangkan, dan kembangkan lagi lebih maju. Paul mencontohkan bagaimana perusahaan seperti Facebook & Apple bermula dari sesuatu yang kecil. Pemikiran yang tidak lazim tapi didasari dengan logika yang masuk akal

Empirically, the way to do really big things seems to be to start with deceptively small things. The popular image of the visionary is someone with a clear view of the future, but empirically it may be better to have a blurry one”

2. Dave Goldberg – SurveyMonkey : Leave the office at 5:30

Kita pasti sudah banyak mendengar cerita dimana para pebisnis atau pimpinan perusahaan bekerja keras siang-malam untuk membangun usahanya. Bekerja lembur tiap hari sepertinya sudah menjadi aturan baku. Lain halnya dengan Dave Goldberg, CEO SurveyMonkey, yang selalu pulang kantor pada pukul 05.30 sore dan begitu pula dengan pegawai-pegawainya. Dave menyadari bagaimana pentingnya sebuah perusahaan memiliki budaya perusahaan dengan konsep “work-life balance”untuk merekrut dan juga mempertahankan pegawai-pegawai handal. Singkatnya, Dave Goldberg membuktikan bahwa anda bisa pulang on-time dari kantor dan tetap berhasil membangun bisnis yang bernilai milyaran dollar. Barangkali bos anda harus membaca ini.

“A family-friendly environment is part of our culture. That’s part of the people we attract. We don’t have kids staying up all night playing video games and sleeping in our conference rooms most of the time”

3. Elon Musk – PayPal : Seek Negative Feedback
Kecenderungan seorang pebisnis pemula adalah jatuh cinta dengan ide bisnisnya sendiri kemudian mencari teman atau kerabat yang mendukung idenya. Adapun kritikan mengenai ide bisnisnya akan diacuhkan.Elon Musk, Co-Founder SpaceX & PayPal,  memiliki pendapat sebaliknya. Menurutnya, setiap pebisnis justru harus mencari negative feedback, walaupun mereka cenderung mengabaikannya. Hal ini diperlukan untuk menguji seberapa matang konsep bisnis yang telah dirancang. Jika anda bisa mempertahankan konsep bisnis di depan para ‘penguji’ tersebut dengan baik maka itu adalah pertanda baik. Namun jika anda cenderung menyetujui kritikan terhadap bisnis anda, yang mungkin ada benarnya, maka ada baiknya untuk mendengarkan kritikan tersebut.

“Always seek negative feedback, even though it can be mentally painful. They won’t always be right, but I find the single biggest error people make is to ignore constructive, negative feedback”

4. Tim Ferriss – Author of The 4-Hour workweek : Don’t go all in with your business

Banyak mentor bisnis yang akan menyarankan  bahwa jika anda ingin fokus berbisnis maka anda harus resign dari pekerjaan anda. Dasar pemikiran yang dipakai adalah bahwa jika anda menjadikan bisnis anda hanya sebagai bisnis sampingan, maka penghasilannya pun akan ‘sampingan’. Anda harus memilih salah satu: entah anda mau menjadi karyawan atau menjai pengusaha.

Namun tidak demikian halnya menurut Tim Ferriss,  founder BrainQUICKEN dan penulis buku best-seller “The 4-Hour Workweek”. Dia membuktikan bahwa tidaklah mustahil membangun bisnis (BrainQUICKEN) walaupun adalah sedang bergelut dengan pekerjaan full-time. Kuncinya adalah otomatisasi sistem bisnis dan membangun bisnis pelan-pelan sampai anda bisa berpindah sepenuhnya.

“People tend to think it’s employee or entrepreneur, but there’s a broad spectrum and you can very slowly and methodically move from one end to the other”

5. Richard Branson – Virgin Group: Go with your gut

Sebelum memulai suatu bisnis, biasanya para pengusaha akan melakukan studi kelayakan bisnis dan berbagai macam kalkulasi  untuk  mengetahui apakah suatu bisnis menguntungkan atau tidak.  Bahkan Studi Kelayakan Bisnis sudah menjadi mata kuliah wajib di sekolah bisnis pada umumnya.

Uniknya,hal ini tidak berlaku bagi Richard Branson yang lebih mengedepankan ‘gut feeling’ atau apa yang dirasakan emosinya  tentang suatu bisnis. Richard yakin bahwa unsur ‘fun’ itu sangat penting dalam bisnis

“I never get the accountants in before I start up a business. It’s done on gut feeling. Engage your emotions at work. Your instincts and emotions are there to help you. They are there to make things easier. For me, business is a ‘gut feeling’, and if it ever ceased to be so, I think I would give it up tomorrow”

 My Opinion

Setiap orang memiliki cara & perspektif masing-masing untuk mencapai tujuannya termasuk membangun bisnis. Contohnya, Ada yang berpendapat  bahwa menyelesaikan kuliah adalah hal penting untuk membangun bisnis, tapi ada juga yang berpendapat bahwa yang lebih penting adalah action dan terjun langsung di bisnis itu. Faktanya, kedua cara tersebut bisa sama berhasilnya.  Bill Gates yang drop out dari kuliahnya bisa membangun Microsoft. Di lain sisi, Larry Page, salah satu pendiri Google, memiliki gelar Ph.D dalam bidang computer science.

Hal yang terpenting adalah mengetahui cara mana yang paling cocok dengan situasi diri kita. Satu hal yang wajib diingat , setiap bisnis pasti  memiliki unsur resiko di dalamnya.

Ciao!

disadur dari : http://goo.gl/gWTCzy

Selalu Ada Dua Sisi Dalam Setiap Cerita

remember_there_are-26498

Beberapa minggu yang lalu teman kantor lama saya ,Toni, bercerita bahwa salah satu teman kami yang berinisial S akan mengundurkan diri. Otomatis saya sebagai orang yang merasa penasaran  langsung bertanya mengenai apa alasan yang jadi dasar pengunduran diri S.

Menurut Toni, S mengundurkan diri karena merasa di-masuk-kotakkan oleh atasannya. Di-masuk kotakkan dalam artian si S tidak diberi tugas apa-apa di kantor oleh bosnya tapi juga tidak dipecat. S datang ke kantor namun keberadaannya seperti tidak diperhatikan, karena semua tugas-tugas yang biasa dia handle dialihkan ke orang lain. Ini menimbulkan ketidaknyamanan bagi teman saya S karena merasa akan disingkirkan pelan-pelan sehingga akhirnya muncul niat untuk mengundurkan diri.  Dari sini saya langsung berpikir negatif kalau bos si S ini tidak baik karena dia berusaha untuk menyingkirkan S dari divisinya tanpa ingin memecat langsung. Macam-macam prasangka buruk lainnya mulai berputar di kepala yang menuju pada satu kesimpulan: atasan si S itu jahat.

Kemarin saya bertemu teman kantor lama saya yang lain, Idho. Idho juga menceritakan bahwa S akan mengundurkan diri. Tapi menariknya, dia menceritakannya dalam versi yang berbeda. Si S pada awalnya bekerja di kantor pusat Jakarta. Oleh atasannya, dia diberitahu bahwa dia akan dipindah-tugaskan ke Palembang untuk mengisi suatu posisi disana. Mendengar keputusan atasannya, Si S yang asli orang Jawa merasa sangat keberatan. Dia mau dipindahkan ke cabang lain asalkan masih di daerah Jawa dengan pertimbangan pribadinya yang entah apa saya tidak tahu. Kemudian karena merasa tidak sreg dengan keputusan atasannya, S memutuskan untuk mengundurkan diri dengan cara tidak melanjutkan kontrak kerjanya yang kebetulan akan berakhir segera. Nah, dari cerita ini saya mengambil kesimpulan kalau sebenarnya atasannya itu tidak jahat seperti kesimpulan saya di versi Toni . Ini adalah murni sikap yang diambil S karena ketidakcocokannya dengan (keputusan) bosnya.

Dua cerita sangat bermakna bagi saya. Dari kedua cerita ini saya belajar bahwa untuk memahami suatu fakta atau sebuah cerita, kita harus melihat cerita utuhnya dan bukannya potongan-potongan cerita yang tidak lengkap. Cerita yang tidak lengkap akan membawa kita kepada pemahaman yang keliru dan menimbulkan prasangka buruk yang tidak semestinya ada.

Next time your friends tell you a story, you have to double-check it. Siapa tahu itu hanya potongan cerita yang tidak lengkap. Seperti orang buta yang menilai bentuk seekor gajah hanya dengan memegang telinganya.

Ciao!

sumber gambar: firstcovers.com

Makassar:The People & The Love

Berpindah-pindah kota merupakan bagian dari perjalanan hidup saya selama 3 tahun terakhir, entah itu berpindah domisili karena tuntutan pekerjaan atau sekedar kunjungan dinas temporer. Kendari, Jakarta, Banjarmasin, Pontianak, Surabaya adalah beberapa kota diantaranya. Tiap kota menawarkan pengalaman yang berbeda serta memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing

Jakarta menawarkan fasilitas yang lengkap, hiburan yang tak terbatas, dan banjir yang menyedihkan.  Kalau gaji tinggi yang ada cari maka itu bisa didapatkan disini. Surabaya mengagetkan saya dengan biaya hidupnya yang sangat murah, segelas milo hangat hanya dijual dengan harga seribu rupiah. Kendari sendiri adalah miniatur mini dari Makassar, kota yang sedang berkembang dan pelan-pelan akan menjadi kota modern  dengan satu syarat:  memperbaiki suplai air PDAM yang hanya jalan pada hari-hari weekend. Pontianak? Nothing much to say kecuali fakta bahwa ini adalah kota yang dilintasi garis equator dan adanya pemadaman listrik tiap hari Sabtu selama 3 minggu saya disana.

Satu hal yang selalu saya pikirkan ketika merantau di kota-kota tersebut adalah kota kelahiran saya, Makassar. I know and I acknowledge kalau Makassar bukanlah kota terbaik dihuni jika dilihat dari berbagai macam hal. Kemacetannya bertambah parah.  Demonstrasi makin banyak dan makin tidak jelas judulnya. Sampai sekarang saya tidak mengerti apa hubungannya antara merusak resto McDonalds dengan demonstrasi yang mereka lakukan. Kadang-kadang saya merasa Makassar adalah medan perang mini, dan jika pemerintah suatu saat ingin memilih satu kota sebagai pilot project untuk program wajib militer, I strongly suggest supaya mereka memilih Makassar.

City-of-Makassar_zps4633f293

Terlepas dari itu semua, saya tetap mencintai kota ini dengan segala kekurangannya. Persis seperti orang yang jatuh cinta yang hanya bisa kelebihan-kelebihan pasangannya yang mempesonakan mata, sementara kekurangannya hanya menjadi background yang blur. Ketika orang luar mengatakan bahwa menyetir di Makassar adalah hal yang sulit, maka saya cuma mengganggap mereka belum tahu caranya saja. Tapi kelebihan utama dari Makassar yang sebenarnya adalah: “The People”. Saya suka bagaimana cara orang Makassar yang ceplas-ceplos, berkata apa adanya, dan kelihatan tidak sensitif; Tapi disisi yang lain mereka penuh kebersamaan dan saling peduli satu sama lain. Rasanya saya lebih memilih tinggal di Makassar yang  bercuaca panas daripada tinggal di kota lain yang penuh dengan orang berhati dingin. Fasilitas Makassar mungkin tidak selengkap Jakarta tapi hampir semua kebutuhan (ataupun keinginan) tersedia disini. Kota ini juga adalah kota dengan banyak peluang bagi mereka yang memiliki mata terlatih. Satu hal yang penting yang orang harus ketahui bahwa Makassar memiliki harta karun yang tidak ketahui semua orang. Harta karun Makassar adalah.. cinta.

Alasan Resign : A True Story

Memutuskan untuk berhenti kerja bukanlah suatu hal yang mudah. Setidaknya itulah yang terjadi pada saya. Masuk ke ruangan bosmu dan memberitahukannya bahwa kau tidak ingin lagi bekerja disitu membutuhkan keberanian untuk mengatasi rasa gugup. Sampai-sampai saya sengaja membahas beberapa masalah pekerjaan terlebih dahulu sebagai ‘pendahuluan’ baru kemudian mengutarakan maksud yang sebenarnya  kebada Ibu Bos: Resign.

resign

Berbeda dari sebelumnya (ini sudah yang ketiga kalinya), alasan pengunduran diri kali ini adalah karena munculnya semangat untuk membangun bisnis sendiri. Jika dulu keinginan untuk bekerja di perusahaan yang (saya pikir) lebih baik menjadi dasar resign, maka kali ini yang menjadi dasar adalah adanya peluang bisnis yang saya pikir bisa dijalankan dan juga menyenangkan. Bekerja 50 jam dalam seminggu sudah merupakan rutinitas , dan jika 50 jam itu di-convert ke aktifitas bisnis, maka kelihatannya bisa menghasilkan sesuatu yang positif. Inshaa Allah

Hal lain yang harus dihadapai adalah menghadapi komentar-komentar orang lain yang bermacam-macam. Komentar yang muncul paling banyak adalah sebaiknya saya menjalankan bisnis saya sebagai bisnis sampingan saja sambil tetap bekerja di tempat yang sekarang. Sayangnya ketika kau bekerja 50 jam seminggu dari Senin – Sabtu, maka waktu luang adalah hal yang langka. Jikapun ada, maka saya cenderung ingin menghabiskannya dengan bersantai setelah seharian (atau 6 harian) lelah membangun perusahaan orang lain yang pemiliknya saja saya tidak kenali. Lagipula, bukankah fokus merupakan salah satu kunci sukses ?

Satu hal yang tidak kalah pentingnya adalah meminta izin orang tua. Butuh sekitar 1 bulan untuk meyakinkan mereka. Saya bisa saja resign tanpa meminta izin mereka, tapi bagaimanapun Ridho Allah ada pada ridho orang tua dan akan lebih terasa nyaman jika mendapatkan support mereka ketimbang harus berselisih.

Now, I’ve been running my business – http://www.TravelSeru.com – for a couple week dan saya sangat menikmatinya karena akhirnya saya bisa mewujudkan ide-ide bisnis yang ada di kepala saya tanpa harus meminta approval dari atasan terlebih dahulu.

Terlepas dari semua penjelasan di atas, jika ditarik ke akar masalahnya, mungkin alasan saya sebenarnya gonta-ganti pekerjaan dan pada akhirnya membangun bisnis ini hanya satu alasan. Uniknya, ini saya sadari lewat kata-kata yang keluar dari teman saya @alhelaitte ketika saya memberitahu dia perihal niat saya resign dan membuat bisnis sendiri. Kata-katanya seperti ini:

“Kau memang tidak cocok jadi anak buah”

Saya cuma bisa merespon dalam hati: “Sepertinya memang seperti itu”

haha..  Ciao!

picture source: jobs.answer.com

Proses Memilih Teman

Teman adalah hal yang  penting dalam hidup. Kita dilahirkan dengan memiliki kebutuhan untuk bersosialisasi, sehingga pada dasarnya kebutuhan untuk mendapatkan teman dalam hidup tidak kalah pentingnya dengan kebutuhan kita untuk  mendapatkan makan untuk bertahan hidup. Tapi bagaimana sebenarnya proses sosial yang terjadi ketika seseorang memilih temannya? Pada dasarnya proses ini melibatkan dua unsur yaitu ‘Penerimaan’  dan ‘Rasa Nyaman’

Unsur ‘Penerimaan’ ini sebenarnya sangat sederhana. Karena hanya berbicara mengenai apakah orang lain cukup terbuka untuk menerima kita sebagai temannya dan sebaliknya. Namun meskipun sederhana, rasa ‘diterima’ ini sangat berpengaruh dalam jiwa manusia.  Dengan merasa diterima, kita merasa ada tempat kita untuk ‘pulang’ atau yang sering juga kita sebut ‘sense of belonging’. Seseorang akan lebih mudah menerima orang asing sebagai teman ketika mereka memiliki kesamaan atribut ataupun kepentingan: berasal dari dari daerah/suku yang sama, lulus dari kampus yang sama, memiliki hobi yang sama, memiliki agama yang sama, atau bahkan membenci hal yang sama. Seperti halnya sebuah bangunan, pertemanan juga mesti memiliki suatu fondasi yang kokoh agar bisa terbangun dengan baik.

Unsur kedua adalah ‘rasa nyaman’ yang merupakan proses lebih lanjut setelah ‘penerimaan’ didapatkan. Rasa nyaman ini merupakan sebuah proses yang terdiri dari akumulasi interaksi kita dengan orang lain. Interaksi ini sendiri  merupakan pengalaman-pengalaman kita dalam bergaul dengan seorang teman yang dari situ kita bisa menilai latar belakang, karakter, dan kebiasaan-kebiasaannya. Untuk sederhananya kita sebut saja ketiga hal ini sebagai ‘Profil’. Dalam pergaulan, profil teman kita ini tentu akan berbenturan dengan profil pribadi kita. Hasilnya ada 2 macam: entah ini akan membentuk kolaborasi, which is good, atau membentuk konfrontasi. Jika hasil dari interaksi profil ini lebih banyak menghasilkan kolaborasi dibanding konfrontasi maka akan terciptalah suatu rasa nyaman. Sebaliknya jika yang lebih banyak terjadi adalah konfrontasi, maka kemungkinan besar yang terjadi adalah kita akan membatasi diri atau bahkan menarik diri dari bergaul dengan orang tersebut.

best friend quote

Now you have friends, congratulations. Tapi berapa sebenarnya jumlah teman maksimal yang bisa kita miliki? Well, secara matematis kita bisa mengenal banyak orang. Jika mengambil facebook sebagai contoh, ada orang yang memiliki 4000+ teman namun ada juga yang  hanya memiliki 100+ teman. Namun apakah angka-angka itu betul-betul mewakili jumlah yang teman kita miliki? Ternyata tidak!

Seorang Anthropologist yang berasal dari Inggris, Robin Dunbar, melakukan penelitian mengenai  jumlah social relationship/connection yang bisa kita handle dalam hidup kita dan ternyata angka yang keluar adalah 150 orang. Inilah yang menjadi alasan kenapa ‘Path’ membatasi jumlah teman kita sebanyak 150 orang. Supaya lebih jelas, berikut kutipan Robin Dunbar mengenai definisi social relationship:

“The figure of 150 seems to represent the maximum number of individuals with whom we can have a genuinely social relationship, the kind of relationship that goes with knowing who they are and how they relate to us”

Secara sederhananya, kita bisa saja mengenal ribuan orang, tetapi yang betul-betul bisa dikategorikan “akrab” hanyalah 150 orang. Setidaknya begitu menurut Robin Dunbar.

Definisi Introvert yang Sebenarnya

Introvert.

Apa yang ada di benak kita ketika mendengar kata introvert ?  apakah mungkin kita akan membayangkan seseorang yang pemalu, penyendiri, dan hanya sedikit berbicara? Jika ada orang yang beranggapan seperti itu maka dia tidak salah, tapi dia juga tidak sepenuhnya benar. Karena apa yang dipaparkan di atas hanyalah sebagian kecil dari unsur atau pengertian introvert yang sebenarnya, yang sayangnya digunakan kebanyakan orang untuk melabeli orang tertentu dengan sebutan introvert. Lalu apakah sebenarnya introvert itu?

Introvert pada dasarnya merujuk pada jenis kepribadian seseorang yang merupakan lawan dari ekstrovert. Jenis kepribadian introvert atau ekstrovert ini merujuk pada preferensi-preferensi yang dipilih oleh seseorang.  Sementara  preferensi – preferensi itu dipilih berdasarkan hal-hal yang terasa lebih nyaman untuk dilakukan atau dijalani. Dengan kata lain, kepribadian akan menentukan definisi kenyamanan. Nyaman bagi orang ekstrovert belum tentu nyaman bagi orang introvert.

introvert-extrovert-chart

Introvert adalah orang yang berorientasi  ke ‘dalam’ diri mereka sendiri (inward thinking). Mereka tertarik pada dunia ide, pemikiran, dan konsep sehingga orang-orang  introvert sangat menyukai suasana tenang untuk menyendiri untuk berpikir ataupun beraktivitas.  Sumber energi mental mereka berasal dari proses ‘menyendiri’ ini sehingga bagi orang yang tidak mengerti, orang introvert terkadang disalah artikan sebagai pribadi yang anti sosial dan tertutup. Ketika orang introvert bersosialisasi dengan banyak orang, maka ‘stock’ energi mental  mereka perlahan-lahan akan berkurang dan ketika itu terjadi, maka mereka akan ‘mengisi ulang’ dirinya dengan menyendiri.  Banyak pemikir, seniman atau orang—orang hebat yang merupakan orang introvert. Nama-nama seperti Albert Einstein, Abraham Lincoln, Steven Spielberg, sampai businessman sekelas Bill Gates adalah contoh notable orang-orang introvert yang sukses dalam pekerjaan mereka.

introvertIntrovert Perspective

Ekstrovert adalah orang-orang yang kepribadiannya sangat bertolak belakang dengan orang introvert karena mereka adalah orang-orang yang berorientasi ke ‘luar’ diri mereka (outward thinking).Ciri dari orang ekstrovert adalah outgoing, pandai bersosialisasi, dan senang mengobrol.  Jika orang introvert mengisi energinya dengan menyendiri, maka orang ekstrovert justru mendapatkan energi mentalnya dengan bersosialisasi dan bertemu orang banyak. Ketika mereka sendiri, mereka akan merasa tidak tenang karena itu akan ‘menghabiskan’ energi mereka. contoh orang ekstrovert yang terkenal adalah Soekarno, Guy Kawasaki, dan Larry King

ekstrovertExtrovert Perspective

Pada dasarnya, orang introvert juga suka bersosialisasi, namun mereka sudah merasa nyaman jika memiliki  1 atau 2 orang teman dekat karena bagi mereka yang terpenting bukanlah kuantitas teman yang  mereka miliki tetapi lebih kepada kualitas atau ‘kedalaman’ hubungan yang mereka bangun. Beda halnya dengan orang ekstrovert, mereka sangat senang bertemu dengan orang-orang baru dan membuat teman sebanyak mungkin karena justru hal inilah yang membuat mereka nyaman.

Dalam dunia kerja, orang introvert lebih cenderung bekerja secara sendiri atau dalam kelompok kecil yang tenang karena bagi mereka cara kerja seperti itu terasa kondusif. Adapun orang ekstrovert, mereka senang bekerja di posisi dimana mereka bisa berinteraksi dengan banyak orang. Tempatkan mereka di lingkungan sepi dan mereka akan merasa pekerjaan itu sangat tidak menyenangkan.

Lalu yang manakah yang lebih bagus, menjadi orang introvert atau ekstorvert ? sebenarnya pertanyaan ini sendiri tidak patut ditanyakan karena esensinya akan sama apabila kita mempertanyakan yang manakah  lebih bagus antara pria atau wanita. Keduanya berbeda tapi saling melengkapi. Sayangnya di dunia dimana publisitas dan narsisme di agung-agungkan seringkali orang ekstrovert cenderung mendapat apresiasi lebih dibandingkan orang introvert karena orang introvert biasanya lebih unggul dalam bersosialiasi sehingga mudah kelihatan ‘menonjol’ di mata orang lain

Pada dasarnya tidak ada orang yang 100% ekstrovert ataupun 100% introvert. Kita semua merupakan campuran dari unsur ini, hanya saja ada satu unsur yang mendominasi kepribadian kita yang memang sudah terbentuk dari ‘sananya’.   Pada sisi lain, ada juga orang yang bertipe Ambivert, yaitu orang yang memiliki kepribadian introvert dan ekstrovert yang seimbang atau 50-50, namun jumlah orang seperti ini sangat sedikit.

Pada akhirnya kita tidak perlu mempermasalahkan apakah kita introvert atau ekstrovert, tapi yang lebih penting adalah bagaimana mengembangkan potensi berdasarkan pengetahuan akan jenis kepribadian kita, karena setiap kepribadian tentu memiliki kelebihan dan juga kekurangan.contoh sederhananya, Orang introvert harus belajar  lebih membuka diri terhadap pergaulan baru dan dunia sosial. Sedangkan orang ekstrovert harus belajar menikmati waktu-waktu sendiri mereka.

So, what kind of person are you ? 🙂

Hari Senin Akan Menyenangkan Jika

Ada hal yang menarik ketika saya membuka recent updates BlackBerry pada hari Minggu kemarin, yang mungkin bisa kita temukan pula di timeline twitter. Hal itu adalah banyaknya orang yang mengeluhkan datangnya hari Senin setelah sempat ber-long weekend ria selama 3 hari. Hari Senin berarti waktunya masuk kerja lagi. Berarti secara sederhana, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa mereka mengeluh karena harus bekerja lagi. Pertanyaannya adalah: “Apakah bekerja adalah hal yang menjengkelkan?” , “Mengapa bekerja itu identik dengan kejenuhan?” , “Bisakah suatu pekerjaan terasa begitu menyenangkan sehingga kita justru tidak sabar menyambut Senin pagi?”

Mari kita bedah bersama dengan melihat konsep pekerjaan yang sebenarnya. Konsep ini sendiri dipaparkan secara lengkap oleh Rene Suhardono dalam bukunya” Your Job Is Not Your Career”. Buku ini sangat bagus untuk orang-orang yang ingin memahami arti karir sebenarnya. disini saya hanya menampilkan dan mengadopsi  seadanya saja.

Ok, back to topic. Apakah definisi pekerjaan itu?. Pekerjaan (Job) pada dasarnya adalah alat/instrumen milik perusahaan yang dihadirkan untuk menjalankan fungsi-fungsi organisasi guna mencapai tujuannya. So our first concept: A Job is a tool. Analoginya seperti ini: pekerjaan itu ibarat seperti obeng yang berguna untuk mengencangkan baut. Tapi obeng ini tidak bisa bergerak sendiri. Harus ada “operator” yang menggerakkannya. Pilihan untuk Operator itu sendiri hanya ada dua. Manusia atau Mesin. Jadi ketika kita memilih menjadi operator obeng tersebut, maka kencang-longgarnya baut tersebut otomatis menjadi tanggung jawab kita. Tapi tidak peduli semahir apapun kita memainkan obeng itu, obeng itu sendiri tidak akan pernah menjadi miliki kita, tapi sepenuhnya milik perusahaan. The job always belongs to the company, not yours.

Konsep kedua adalah adanya unsur “pertukaran” ketika kita mengambil suatu pekerjaan. Pertukaran mensyaratkan adanya barang ,baik yang sifatnya konkrit maupun abstrak, untuk ditukar. Dalam konteks pekerjaan, karyawan menyediakan waktu, tenaga, pikiran, dan pengalamannya untuk ditukarkan dengan kompensasi dari perusahaan berupa gaji, tunjangan, fasilitas dan benefit lainnya. Semua resource yang dimiliki karyawan ini (waktu,tenaga,dll), didedikasikan untuk menjalankan aktifitas-aktifitas organisasi yang tertuang dalam job description.

Lalu dimanakah awal munculnya kegelisahan dalam bekerja? Jawabannya ada pada aktivitas yang dikerjakan. Sebuah pekerjaan, apapun judulnya, mengandung kumpulan aktivitas-aktivitas. Ada yang menjadi aktivitas utama dan adapula yang menjadi aktivitas pelengkap yang menjadi tetek bengek. Satu contoh: Seorang Sales aktivitas utamanya adalah  menjual produknya, sedangkan aktivitas pelengkapnya adalah mengurus administrasi penjualan. Contoh lain: seorang tukang cukur aktivitas utamanya adalah menggunting rambut, sedangkan aktivitas pelengkapnya adalah membersihkan alat cukur dan tentu saja barber shopnya. Nah, ketika aktivitas utama dari suatu pekerjaan tidak bisa kita nikmati maka otomatis akan muncul kegelisahan. Gelisah karena sepanjang waktu kerja itu kita terpaksa mengerjakan sesuatu yang terus menguras mental. Dan kegelisahan ini bertahan selama 8 jam sehari dan 5 hari dalam seminggu sehingga wajarlah jika orang-orang begitu merindukan weekend dan membenci hari Senin. Beda halnya jika seseorang menyukai aktivitas pekerjaannya itu. Dia akan tenggelam dalam pekerjaannya sehingga bekerja tidak menjenuhkan tapi malah terasa menyenangkan. Orang-orang seperti ini tetap merasakan kelelahan karena bekerja, namun dalam kelelahannya dia bisa tetap bisa menikmati proses kerja dan merasakan kesenangan di dalamnya. Pada momen seperti inilah kita akhirnya bisa mengatakan bahwa Senin itu menyenangkan. Kutipan-kutipan dibawah ini menjadi representasinya.

 “Choose a job you love and you will never have to work a day in your life”

– Confucius –

 

“The minute you begin to do what you really want to do, it’s really a different kind of life”

Buckminster  Fuller –

 

“You never achieve success unless you like what you are doing”

– Dale Carnegie –

So, salah satu hal utama (yang menurut saya lebih penting dari gaji) dalam memilih pekerjaan yang sesuai  adalah dengan mengetahui aktivitas apa sebenarnya yang menjadi preferensi kita. Apa aktivitas kesukaan kita?  What’s your passion guys?  Good Bye!

One person with passion is better than forty people merely interested

– E.M.Forster –

Jika Dia Memang Mau Dia Akan Berusaha

Saya pernah membuat rencana untuk jalan-jalan dengan seorang teman. Janji itu kami buat 2 hari sebelum waktu yang disepakati, dan semuanya terlihat begitu lancar. Saat hari H telah tiba, saya menghubunginya dua kali via handphone untuk menanyakan ulang rencana itu. Tapi ternyata setelah dua kali menelpon ,tidak ada jawaban sama sekali. Selanjutnya muncul inisiatif untuk mengirim SMS. Tidak ada balasan. Akhirnya usaha terakhir yang bisa saya lakukan, dan juga berakhir gagal, adalah menelpon ke rumahnya untuk mengecek keberadaannya, hanya untuk mendapati bahwa ternyata dia tidak di rumah.

Sewaktu dia tidak merespon panggilan handphone yang berulang-ulang itu, saya sudah punya firasat kalau rencana jalan-jalan ini akan batal. Jadi ketika saya berusaha untuk terus dan terus menghubunginya,tujuan saya bukanlah untuk membuat rencana ini terealisasi tapi hanya sekedar mengejar ‘konfirmasi pembatalan’ agar agenda saya tidak menggantung.

Beberapa hari kemudian kami bertemu dan kecewanya saya, dia bertingkah seolah-olah tidak ada hal yang terjadi. Tidak ada minta maaf. Tidak ada apa-apa.  Yang terasa hari itu adalah perasaan kecewa,heran, dan sedikit marah (hanya sedikit karena dia teman baik saya) digabungkan jadi satu. Meskipun demikian saya berusaha untuk tidak menunjukkannya. Padahal kalau mau dipikir-pikir, sebenarnya hal ini tidak perlu terjadi andai saja teman saya ini melakukan hal yang sangat sederhana: membalas sms dengan redaksi “sorry, saya tidak bisa”. Sesederhana itu.

Meskipun begitu, sampai saat ini saya masih berteman baik dengan orang itu. Friends do make mistake and it is our job to forgive them.

Pengalaman ini saya tulis bukan untuk curhat apalagi mengeluh. Tapi dari sini ada satu pelajaran yang sangat berharga yang bisa dijadikan contoh. Satu basic principle yang saya jadikan referensi dalam kehidupan. Pelajaran itu adalah:

Jika keduanya mau, kedua-keduanya akan berusaha. Tapi jika hanya satu yang berusaha maka sudah jelas apa artinya”

Jika dia memang mau, dia akan menjawab handphonenya. Jika dia memang mau dia akan membalas sms itu. Bahkan, jika dia memang sangat mau, maka dia yang akan menelpon terlebih dahulu dengan antusias. Tapi kenyataannya tidak.

“Ukuran keseriusan seseorang dalam menginginkan sesuatu diukur dari seberapa besar effort (usaha) yang dilakukannya”

Cerita kedua datang dari seorang teman. Teman saya ini pernah memiliki rencana untuk menikahi perempuan idamannya, yang kemudian berakhir gagal karena adanya “poin-poin keberatan” tertentu dari pihak keluarga perempuan. Tentu dia sangat sakit hati karena rencana pernikahannya gagal, apalagi ibunya sudah membayar DP yang tidak sedikit untuk biaya gedung. Tapi yang membuat dia lebih sakit hati adalah karena si perempuan sepertinya tidak memperlihatkan usaha apapun untuk mengatasi masalah itu, padahal teman saya sudah berjuang banyak untuk menyelesaikannya. Dengan kata lain-lain sang laki-laki berjuang sendirian yang membuat kita bisa mempertanyakan ulang keseriusan niat dari si perempuan itu.

So, next time ketika kita membuat rencana, entah itu jalan-jalan, liburan, perjanjian bisnis, atau bahkan rencana pernikahan, kita bisa mengukur keseriusan partner kita dengan memperhatikan apakah dia melakukan “bagian usaha” yang seharusnya dia lakukan. If he/she doesn’t do it, then the only thing that you will get is an illusion. Ciao!

Pemberian Terbaik

Mungkin orang berpikir bahwa pemberian terbaik itu adalah uang. Well, saya agak sedikit berbeda menyikapinya. Because in my opinion, hal yang terbaik yang bisa diberikan seseorang kepada kita adalah waktu-nya. Uang yang kita habiskan untuk orang lain masih bisa dicari lagi, tapi lain halnya dengan waktu. Sekali kita menghabiskannya, maka waktu itu tidak akan kembali lagi. Tulisan ini saya tulis pukul 18.29 waktu Jakarta, pada tanggal 21 oktober 2012. Mungkin keesokan harinya, kalau masih diijinkan hidup, saya masih bertemu dengan pukul 18.29. tapi itu merupakan 18.29 yang sudah beda, baik dari segi penanggalan maupun momen dan atmosfer yang terjadi pada pukul 18.29 itu.

Untuk penjelasan momen dan atmosfer, saya ingin menjelas dengan contoh cerita. Andaikan hari kita merasa sangat bosan dan ingin jalan-jalan keluar, lalu kita memutuskan untuk menghubungi entah itu teman,keluarga,ataupun pasangan agar ada yang bisa menemani. Dia kemudian meng-iya-kan dan kitapun merasa senang.Tetapi tiba-tiba, 5 menit sebelum berangkat, dia menelpon dan membatalkan rencana yang sudah dibuat, dan berjanji akan menebusnya keesokan harinya. Bisa dibayangkan betapa kesalnya kita. Secara teknis, kita bisa saja menunda rencana itu sampai besok ,lusa, atau bahkan minggu depan. Tapi perasaannya tentu sudah beda lagi. Momen dimana kita ingin keluar adalah pada saat itu juga. Atmofer kesendirian yang dirasakan adalah pada saat itu juga. Atmosfer dan momennya sudah beda. Di keesokan harinya mungkin saja kita malah sangat malas untuk keluar dan lebih memilih untuk tinggal di rumah

Contoh yang lain: Let’s say teman kita ulang tahun pada tanggal 21 November 2012, dan karena kesibukan pekerjaan, kita jadi lupa, dan baru sempat memberi ucapan keesokan harinya. Nah, “ucapan selamat ulang tahun” ini, sebenarnya bisa diucapkan keesokan harinya, tapi sekali lagi, momen dan atmosfernya sudah beda. “Nilai” ucapan yang disampaikan pada tanggal 22 November akan berbeda dengan nilai ucapan yang disampaikan pada tanggal 21 November. Nilai ucapan yang disampaikan pada tanggal 21 November pukul  15.00 akan berbeda dengan nilai ucapan yang disampaikan pada pukul 00.00. Setiap waktu memiliki nilainya masing-masing.

Moreover, waktu juga menjadi pemberian yang sangat berharga, karena dari ribuan kemungkinan cara menghabiskan waktu di muka bumi ini (main game, tidur-tiduran, nongkrong, internetan, olahraga,dll) , orang itu memilih untuk menghabiskannya bersama kita. Bukan bersama orang lain tapi bersama kita. Secara tidak langsung orang itu mengatakan: “Aku mau menghabiskan waktuku denganmu karena aku menganggapmu sebagai orang yang penting”

“When you give someone your time, you are giving them a portion of your life that you’ll never get back.Your time is your life. That is why the greatest gift you can give someone is your time ” – Rick Warren –

Dari hal ini saya berpikir, saya harus menghargai setiap waktu yang diberikan oleh orang lain kepada saya, dengan memberikan perhatian penuh pada momen itu. It’s not easy but I think that is something appropriate to do. Anyway, thank you for spending your time to read this post. I APPRECIATE IT.  Sayonara!