Selalu Ada Dua Sisi Dalam Setiap Cerita

remember_there_are-26498

Beberapa minggu yang lalu teman kantor lama saya ,Toni, bercerita bahwa salah satu teman kami yang berinisial S akan mengundurkan diri. Otomatis saya sebagai orang yang merasa penasaran  langsung bertanya mengenai apa alasan yang jadi dasar pengunduran diri S.

Menurut Toni, S mengundurkan diri karena merasa di-masuk-kotakkan oleh atasannya. Di-masuk kotakkan dalam artian si S tidak diberi tugas apa-apa di kantor oleh bosnya tapi juga tidak dipecat. S datang ke kantor namun keberadaannya seperti tidak diperhatikan, karena semua tugas-tugas yang biasa dia handle dialihkan ke orang lain. Ini menimbulkan ketidaknyamanan bagi teman saya S karena merasa akan disingkirkan pelan-pelan sehingga akhirnya muncul niat untuk mengundurkan diri.  Dari sini saya langsung berpikir negatif kalau bos si S ini tidak baik karena dia berusaha untuk menyingkirkan S dari divisinya tanpa ingin memecat langsung. Macam-macam prasangka buruk lainnya mulai berputar di kepala yang menuju pada satu kesimpulan: atasan si S itu jahat.

Kemarin saya bertemu teman kantor lama saya yang lain, Idho. Idho juga menceritakan bahwa S akan mengundurkan diri. Tapi menariknya, dia menceritakannya dalam versi yang berbeda. Si S pada awalnya bekerja di kantor pusat Jakarta. Oleh atasannya, dia diberitahu bahwa dia akan dipindah-tugaskan ke Palembang untuk mengisi suatu posisi disana. Mendengar keputusan atasannya, Si S yang asli orang Jawa merasa sangat keberatan. Dia mau dipindahkan ke cabang lain asalkan masih di daerah Jawa dengan pertimbangan pribadinya yang entah apa saya tidak tahu. Kemudian karena merasa tidak sreg dengan keputusan atasannya, S memutuskan untuk mengundurkan diri dengan cara tidak melanjutkan kontrak kerjanya yang kebetulan akan berakhir segera. Nah, dari cerita ini saya mengambil kesimpulan kalau sebenarnya atasannya itu tidak jahat seperti kesimpulan saya di versi Toni . Ini adalah murni sikap yang diambil S karena ketidakcocokannya dengan (keputusan) bosnya.

Dua cerita sangat bermakna bagi saya. Dari kedua cerita ini saya belajar bahwa untuk memahami suatu fakta atau sebuah cerita, kita harus melihat cerita utuhnya dan bukannya potongan-potongan cerita yang tidak lengkap. Cerita yang tidak lengkap akan membawa kita kepada pemahaman yang keliru dan menimbulkan prasangka buruk yang tidak semestinya ada.

Next time your friends tell you a story, you have to double-check it. Siapa tahu itu hanya potongan cerita yang tidak lengkap. Seperti orang buta yang menilai bentuk seekor gajah hanya dengan memegang telinganya.

Ciao!

sumber gambar: firstcovers.com

Leave a comment